Bab 133
Tracy mencuci wajahnya di toilet, perlahan-lahan menenangkan diri, dengan detail mengingat ingat kejadian malam itu, dalam hatinya ada beribu hal yang tidak ia mengerti…
Dari pesan singkat ia mencari nomor “Gigolo Pelunas Hutang”, Tracy ragu apakah harus menghubunginya.
Memikirkan hal yang ia lakukan hari itu, beberapa waktu ini pria itu juga tidak menghubunginnya. Jika ia menghubunginya sekarang, bukannya ia sedang mempermalukan dirinya sendiri?
Terlebih lagi, ia sudah susah payah memutuskankan hubungan dengan gigolo itu. Jika menghubunginya sekarang, kedepannya ia harus membereskan kembali masalah ini.
Berulang kali ragu, akhirnya Tracy keluar ke menu utama, sekarang yang merepotkan adalah Daniel. Kini Daniel sudah memiliki perasaan terhadap Tracy, jika terus-menerus seperti ini, pasti akan muncul masalah.
Mungkin ia harus meninggalkan Sky Well…
Penghasilan menyanyi di Downtown kini sudah dapat menghidupi keluarganya, tunggu sampai pekerjaan disana sudah stabil, ia akan mengajukan pengunduran diri dari Sky Well.
Ketika Tracy sudah membuat keputusan, dia merasa jauh lebih tenang.
la memasukkan ponselnya, dan kembali ke tempatnya bekerja, lanjut bekerja dengan hati yang tenang.
Bella datang, bertanya dengan cemas, “Tracy, Presdir Daniel tidak memecatmu, kan?”
Tracy
dengan suara kecil berkata, “Aku melihat raut wajahnya seperti mau memangsa orang, aku sungguh
berpura-pura sedih, “Dia membentakku,
“Hanya dibentak?” Bella takjub.
Tracy tersenyum
“Baiklah, kamu sangat beruntung…”
lagi, ia berbalik dan kembali
dalam benaknya, ia harus menjaga jarak dengan si iblis
kerja, beberapa rekan kerja mengajaknya untuk
ingin pulang ke rumah menemani anak-anaknya, dan jam 8 malam masih harus pergi
menaiki MRT, tiba-tiba Bibi Juni menelepon, “Nona, sesuatu terjadi, cepatlah datang
ke Taman kanak-kanak, mirip depan pemandangan kala
kepala sekolah baru Ibu Desy dan Ibu guru Brenda berdiri di depannya dengan cemas, seperti pelayan yang telah melakukan
di
Carles dan Christian tidak berada
terbatas. Jika orang tuanya tidak datang juga, langsung lapor polisi saja.” Beatrice memerintahkan pengacara
“Baik, Nyonya Beatrice…”
ponsel bermaksud menelepon
mengayunkan tangan kecilnya yang gemuk, menggelengkan kepala ketakutan, “Aku tidak mau masuk penjara, aku tidak mau