Noir et Blanc
Chapter 7: 06. Hang Out 2
Chloe’s POV
“Aku tidak kuat,” keluh Jocelyn ketika kami sudah berada di tempat makan,
“Aku tidak bisa berhenti teriak, sampai rasanya suaraku mau habis,”
“Penakut sih,”
“Makanya lain kali jangan soksok pilih horror,” ejek Jeffry yang membuahkan pukulan kuat dari Jocelyn,
“Sakit tahu!”
“Bodo amat,”
Tampaknya kekesalan Jocelyn berkurang begitu ia melihatku, ada apa dengannya?
“Kau benar-bener tidak takut ya…”
Aku hanya membalas perkataannya dengan endikkan bahuku,
Jocelyn melemaskan tubuhnya,”Jadi, hanya aku yang penakut disini?”
“Ya begitulah,”
Tidak lama setelah itu, ponselku berdering. Aku meminta izin kepada mereka bertiga ketika aku mama memanggilku. Ah bodoh sekali kau Chloe, seharusnya tadi kau izin dulu sama mama!
Aku pergi keluar restoran agar tidak menganggu pengunjung lainnya,
“Halo ma,”
“Chloe, kamu dimana?”
Tubuhku menegang ketika mendengarnya. Aku menggigit bibirku, mengatasi diriku jika mama akan memarahiku. Kepalaku sudah menjelajahi seluruh bumi untuk mencari alasan yang logis dan bisa di terima. Waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam, dan biasanya aku pulang jam 7 malam, tidak heran mama mencariku sekarang,
“Umm… lagi makan bareng teman-teman,”
“Oh begitu ya? Yaudah nanti kabari mama ya kalau sudah selesai,”
“I-iya ma,”
Aku tertegun,
Segampang itu?!
Aku menatap mereka dari yang sedang senda gurau tanpaku di atas sana. Aku tidak menyangka, perlahan mulai perlahan
ada hal yang bisa bertahan secara abadi. Tidak ada. Saat ini aku hanya menunggu waktu untuk mereka pergi dari hidupku. Selama hidupku dan apa yang
kecilku berbicara bagaimana takutnya diriku jika mereka
Yang benar saja?
dengan diriku sendiri. Aku tidak mengerti, sebenarnya apa yang kuinginkan? Apa aku benar-benar menginginkan pertemanan ini atau tidak. Aku tidak
aku memang tidak menikmati pertemanan yang baru dimulai ini, bukankah seharusnya aku sudah pergi, bukan? Karena pada awalnya keberadaan kami dimulai
nafas kecil,
bisa melihat apapun dari pertemanan ini di waktu yang mendatang. Begitu juga dengan logikaku yang mengatakan jika pertemanan ini mungkin akan menyakitiku dimasa depan. Sejak awal, aku memang sudah
tidak pernah kulakukan sebelumnya saat
hampir gila, pertengkaran antara logika dan perasaan yang sangat susah untuk dimengerti.
mengerikan untuk gadis sepertiku. Keduanya mendekatiku dan menyudutkanku, aku berusaha untuk bersikap
yang
dong nanti gak asyik lagi,”
diriku dengan paksa
suka yang sok jual mahal begini,” ujarnya sebelum mimic mukanya berubah dan tangannya
temannya yang lain juga ingin beraksi, tapi aku menendang perutnya hingga ia terjatuh. Karena fokusku saat itu adalah pria yang terjungkal itu, aku tidak sadar ketika pria itu ternyata mempersiapkan pisau ditangan kirinya. Ia mengiris tanganku yang menahannya, lalu menendangku juga hingga aku terjatuh. Dia memamerkan pisau kecilnya kepadaku, sementara aku merintih kesakitan karena kaki sialan itu. Pria yang satunya berdiri, mendatangiku lalu menarikku dengan paksa. Aku menahan diriku, mengambil sebuah pot lalu menghajar kepala pria itu dengan pot
dengan sepatu busuknya, menikmati aku
ini terakhir kalinya aku hidup. Aku
karena kaki pria itu sudah terangkat. Aku membuka mataku, berusaha untuk bangkit dan perutku semakin sakit ketika aku mencoba untuk
ingin beranjak, tapi Jocelyn menahanku. Dia menggeleng dengan air matanya
bantu dia,”
Chloe, kau harus stay
menggeleng,”P-ria it-u mem-egang pi-sau,” ujarku. Jocelyn
Pria itu
“Gavin! Awas dibelakangmu!”
Gavin dari belakang, namun untungnya Gavin bisa mengelak dan menahan tangannya yang memegang pisau tersebut hingga pisau itu
ia kesakitan, dan tidak lama setelah itu, akhirnya pria itu melarikan diri. Melihat pria itu sudah lari lumayan jauh, Gavin mendatangiku, ia memegangku dengan sangat khawatir. Ia mengumpat, rahangnya mengeras
dia menemui ajalnya!” ungkapnya dengan emosi,
untuk duduk sembari memegang perutku yang sangat sakit,
ujar Jocelyn yang di iyakan oleh aku dan Gavin. Baru saja kami
tanyanya setelah ia melihat
ia melihat Jocelyn membawa gadis itu yang sedang
Darimana aja sih!”ujar Jocelyn,
Sakit woi!”
ujar gadis itu, yang masih memukuli Jeffry dengan air mata yang masih mengalir. Aku memegang tangan Jocelyn, menatapnya dan menggelengkan kepalaku, agar dia berhenti memukuli lelaki
gak akan terluka begitu!” ujar gadis itu
Jo, itu kan panggilan alam, jadi aku tidak bisa
sudah, sekarang kita
mau pulang,” pungkasku yang membuat orang lain terdiam, termasuk Jeffry walaupun isi kepalanya masih mencerna apa